ISTANAGARUDA.COM – Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali meningkat tajam setelah Beijing secara tegas menuntut Washington untuk sepenuhnya mencabut tarif impor yang baru diberlakukan.
Eskalasi ini bermula pada 2 April, ketika pemerintahan Trump menerapkan tarif balasan sebesar 10% terhadap lebih dari 100 negara.
Beberapa negara bahkan dikenakan tarif yang lebih tinggi. Namun pada 9 April, Trump memutuskan menangguhkan kebijakan tersebut selama 90 hari—kecuali untuk China.
Langkah tersebut memicu reaksi keras dari Beijing. Pada Sabtu, 12 April, China menaikkan tarif balasan atas produk asal AS hingga mencapai 125%.
Sementara itu, AS mengumumkan penangguhan tarif untuk produk elektronik konsumen, meskipun Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengingatkan bahwa kebijakan ini bisa saja hanya bersifat sementara dan produk tersebut berpotensi terkena tarif bulan depan.
Dalam pernyataan melalui media pemerintah yang dikutip CNN, Kementerian Perdagangan China menyambut pengecualian terhadap produk elektronik ini sebagai “langkah kecil dari AS untuk mengoreksi kebijakan tarif balasan sepihak yang keliru.”
Namun, pihak China juga menilai bahwa tindakan AS telah “merusak tatanan ekonomi dan perdagangan internasional secara serius.”
Pemerintah China melalui Dewan Negara secara resmi menyerukan kepada AS untuk “menghapus seluruh tarif” yang diberlakukan.
Seruan ini disampaikan setelah juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, memperingatkan bahwa pada akhirnya konsumen biasa akan menjadi korban utama dari kebijakan tarif keras tersebut.
Discussion about this post