ALKISAH pada suatu hari Raja Harun Al Rashyid ingin berbincang dengan Abu Nawas di istana.
Sejumlah prajurit pun diperintahkan untuk menjemput Abu Nawas di rumahnya.
Setiba di Istana, Raja mengajak Abu Nawas bercakap-cakap tentang berbagai macam masalah, baik soal kerajaan dan kemakmuran rakyat.
Tibalah waktu makan siang, dan Raja mengajak abu Nawas untuk makan siang bersama permaisuri.
Tentu saja Abu Nawas menyambut gembira, apalagi tadi pagi saat dijemput prajurit istana, Abu Nawas hanya minum secangkir kopi.
Raja dan permaisuri selanjutnya mempersilahkan Abu Nawas untuk duduk bersama di ruang makan.
Di atas meja, dari berbagai jenis lauk yang lezat, ada satu piring yang berisi lima butir telur. Raja pun terpikir untuk mengerjai Abu Nawas.
“Aku ingin engkap membagi lima telur dengan adil dan tanpa harus memecahkannya untuk kita bertiga,” titah Raja.
“Kalau kamu gagal, tentu ada hukumannya,” imbuh raja sambil tersenyum penuh arti.
Tanpa ragu, Abu Nawas mengambil kelima butir telur itu dan berkata.
“Yang Mulia, ini satu butir telur untuk Yang Mulia karena sudah punya dua butir. Saya juga satu butir karena saya sudah memiliki dua. Sedangkan yang tiga butir telur ini untuk permaisuri karena permaisuri tidak punya siapa-siapa di bawahnya,” kata Abu Nawas.
Sejenak raja terdiam, tapi kemudian raja tertawa terbahak-bahak karena baru paam perkataan Abu Nawas itu.
Karena sudah terhibur, Baginda Raja pun mempersilahkan Abu Nawas untuk menyantap makanan sesukanya.
Tak hanya itu, Abu Nawas dipersilakan membungkus nasi dan lauk untuk dibawa pulang ke rumah.(*)
Discussion about this post