Kasubdit III Dittipid PPA dan PPO, KBP Amingga P.M., S.I.K., M.H., mengungkap bahwa jaringan perdagangan orang ini telah beroperasi sejak tahun 2022 dan mendapatkan keuntungan hingga ratusan juta rupiah.
“Kami terus mengembangkan kasus ini dan bekerja sama dengan PPATK untuk melacak aliran dana para tersangka. Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Divhubinter Polri guna mengungkap jaringan yang berada di luar negeri,” ujar KBP Amingga.
Dari hasil penggerebekan, kepolisian berhasil menyita berbagai barang bukti, termasuk enam paspor, enam visa, enam kontrak kerja, tiga unit ponsel, satu laptop, dua buku tabungan, empat kartu ATM, serta enam bundel rekening koran.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 81 dan Pasal 86 huruf (c) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang berpotensi membawa hukuman 10 tahun penjara serta denda hingga Rp15 miliar.
Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang belum jelas legalitasnya.
“Jangan mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan dari perekrut atau sponsor yang tidak memiliki izin resmi. Pastikan perusahaan penempatan memiliki legalitas yang jelas dan kontrak kerja yang sah agar hak-hak pekerja migran tetap terlindungi,” tegas KBP Amingga.
Hingga kini, Polri terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap jaringan TPPO ini lebih luas. Aparat berkomitmen untuk menindak tegas setiap pelaku perdagangan orang yang merugikan warga negara Indonesia.(*)
Discussion about this post