“Begitu pun kalau ada dompet yang ketinggalan, polisi yang ditelepon untuk mengambil dompet itu. Jadi mentalitas orang (Jepang) itu sudah begitu tingginya,” kata Yusril.
Yusril menceritakan lagi, waktu dia mengajar di Jepang, dan harus menggunakan kereta api. Tiket atau karcisnya dibeli dengan memasukkan koin ke mesin. Ada karcis anak-anak, karcis mahasiswa dan karcis orang dewasa.
Seorang mahasiswa lalu bertanya ke mahasiswa lainnya, kenapa kamu tidak beli saja tiket anak-anak, kan kebuka juga pintunya.
Lalu mahasiswa itu menjawab, “Kenapa engkau bisa berpikir seperti itu? Kalau anda berpikir seperti itu, sebentar kereta api Jepang akan runtuh.”
“Jadi orang Jepang itu, punya kesadaran bernegara yang luar biasa,” aku Yusril.
Yusril lIhza Mahendra pun membandingkan pengalamannya waktu tinggal di Asrama UI (Universitas Indonesia) dulu. Jaman itu belum ada handphone. Tapi ada satu telepon umum yang pakai koin Rp 50.
“Anak-anak itu, koin Rp50 dilubangin dan diikat dengan benang, lalu di masukkan, setelah itu ditarik lagi. Nah, apakah mahasiswa itu pernah berpikir, kalau semua orang melakukan hal serupa, maka sistem telekomunikasi kita itu akan ambruk,” ujarya membandingkan.
Yusril pun mengklaim bahwa perilaku seperti itu mencerminkan kesadaran bernegara belum ada atau masih rendah.
Kisah Menjaga Penyu
Yusril juga menceritakan pengalamannya waktu di kampung halaman, di Kepulauan Riau, ketika menghabiskan uang untuk membayar orang menjaga penyu.
Dikisahkan, peyu-penyu itu dikasih tandam khusus. Setelah bertelur, dilepas lagi ke laut. Dan penyu-penyu itu ternyata berjalan sampai ke Kalimantan Timur, hinga ke perairan Sabah, Malaysia.
Discussion about this post