Michael Saylor pun ikut menanggapi dengan gaya khasnya.
Ia mengunggah gambar Strategy Tracker disertai pernyataan penuh sindiran: “Nothing Stops This Orange.”
James Lavish menambahkan pandangannya: “Jika Anda menjual bitcoin karena kemungkinan dunia akan berperang, Anda benar-benar tidak tahu apa yang Anda miliki.”
Sementara itu akun X bernama Merlijn The Trader menyuarakan hal serupa.
“Ketakutan akan perang terdengar lantang. Tapi fakta lebih lantang,” tulisnya. Merlijn juga mengingatkan, “Pada 2022, [bitcoin] naik 42% hanya dalam 35 hari setelah perang Ukraina dimulai.”
Ia kemudian bertanya secara retoris: “Kita masih berada dalam pasar bullish. Apa yang terjadi jika sejarah terulang dengan bahan bakar lebih besar?”
Di balik kegelisahan yang terlihat dalam pemberitaan global, pergerakan bitcoin saat ini lebih menyerupai keheningan strategis daripada kepanikan pasar.
Para pemegang bitcoin jangka panjang tampaknya tetap tenang, menunjukkan bahwa fluktuasi belakangan ini lebih disebabkan ketakutan sesaat daripada kelemahan mendasar.
Jika sejarah bisa dijadikan petunjuk, ketenangan di tengah kekacauan ini bisa menjadi sinyal kalibrasi ulang yang akan datang, bukan kemunduran.
Namun di balik angka harga, tersimpan perpecahan psikologis yang makin tajam antara mereka yang penuh keyakinan dan mereka yang diliputi keraguan.
Sebagian menganggap penurunan harga ini sebagai salah tafsir terhadap peran bitcoin dalam krisis, sementara yang lain diam-diam terus menambah kepemilikan.
Dengan situasi geopolitik yang terus bergerak dan narasi saling bertabrakan, masa depan bitcoin kemungkinan akan ditentukan oleh kepercayaan para pemiliknya, bukan hanya oleh mekanisme pasar.
Discussion about this post