Padahal ibunya sudah meninggal. Juga dijanjikan akan membagi dua hadiah dari Baginda Raja yang akan diterimanya.
“Uang itu dapat ibu simpan untuk bekal meninggal bila sewaktu-waktu dipanggil Tuhan,” kata Abu Nawas.
“Baiklah kata si Ibu tua itu, aku sanggup memenuhi permintaanmu itu.”
Setelah itu Abu Nawas menyerahkan sebuah tasbih dengan pesan agar terus menghitung biji tasbih itu meskipun di depan Baginda Raja, dan jangan menjawab pertanyaan yang diajukan.
Sebelum meninggalkan perempuan itu, Abu Nawas wanti-wanti agar rencana ini tidak sampai gagal. Untuk itu ia akan menggendong perempuan tua itu ke istana.
“Baiklah anakku, moga-moga Tuhan memberkatimu,” Kata si ibu tua.
“Dan terutama kepada Ibuku…”
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah sampai di istana lalu memberikan salam kepada Baginda Raja.
Raja Harun Al Rasyid memandang Abu Nawas. Dan bukan main terkejutnya Baginda melihat Abu Nawas menggendong seorang perempuan tua. “Siapa yang kamu gendong itu?” tanya Baginda Raja. “Diakah ibumu?” tapi kenapa siang begini kamu baru sampai?”
“Benar, tuanku, inilah ibu Patik, beliau sudah tua dan kakinya lemah dan tidak mampu berjalan kemari, padahal rumahnya sangat jauh. Itu sebabnya patik gendong ibu kemari,” kata Abu Nawas sambil mendudukkan ibu tua di hadapan Sultan.
Setelah duduk ibu tua itu pun memegang tasbih dan segera menghitung biji tasbih tanpa henti meski Sultan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya. Tentu saja Baginda Raja tersinggung, “Ibumu sangat tidak sopan, lagi pula apa yang dikatakannya itu sampai tidak mau berhenti?”
Discussion about this post