ABU NAWAS yang baru saja mendapat hukuman cambuk sebanyak 25 kali karena menolak diangkat menjadi Kadi atau Penghulu Kerajaan, berjalan lemas meninggalkan istana Raja Harun Al Rasyid.
Baru saja hendak melewati pintu gerbang, ia dicegat oleh seorang penjaga.
“Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk ke kota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata akan dibagi dua. engkau satu bagian dan aku satu bagian. Nah. sekarang mana bagianku itu?” kata sang Penjaga.
“Hai Penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepadaku tadi?” sahut Abu Nawas.
“Iya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita.” kata si Penjaga.
“Baik, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!” kata Abu Nawas yang masih menahan sakitnya.
“Wah! ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda,” kata si Penjaga kegirangan.
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar alu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali.
Tentu saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila.
Setelah penunggu gerbang kota itu pingsan, Abu Nawas meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya. Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Raja Harun AI Rasyid.
“Ya, Baginda Raja, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukul hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohon keadilan dari Tuanku Baginda,” kata si Penjaga sambil meringis kesakitan.
Discussion about this post