Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat.
Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya.
Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking indahnya maka satu mahkota jauh tebih bagus dari dunia dan isinya.
Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana. Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas.
Lalu memerintahkan menterinya untuk memanggil Abu Nawas ke hadapannya.
“Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?”
“Sanggup Paduka yang Mulia,” jawab Abu Nawas dengan tegas.
“Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu syarat yang akan hamba ajukan,” kata Abu Nawas dengan percaya diri.
“Sebutkan syarat itu,” kata Baginda Raja.
“Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya,” kata Abu Nawas.
“Pintu apa?” tanya Baginda belum mengerti.
“Pintu alam akhirat,” jawab Abu Nawas.
“Apa itu?” tanya Baginda ingin tahu.
“Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat,” terang Abu Nawas kepada Baginda.
“Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat terlebih dahulu,” lanjut Abu Nawas.
Discussion about this post