Kedekatan ini telah memunculkan kekhawatiran, termasuk dari mantan Presiden Joe Biden, yang memperingatkan tentang kemungkinan munculnya “oligarki teknologi” di Amerika Serikat.
Trump bahkan menunjuk Musk untuk memimpin proyek besar bernama Department of Government Efficiency bersama Vivek Ramaswamy.
Tugas utama tim ini adalah memangkas birokrasi, regulasi, dan pengeluaran federal dengan target penghematan hingga $2 triliun.
Namun, Musk mengakui bahwa target sebesar itu sulit dicapai. “Kalau kita berusaha untuk $2 triliun, saya pikir kita bisa mencapai $1 triliun,” kata Musk dalam sesi tanya jawab di X.
Meskipun demikian, hubungan Musk dengan Trump tidak sepenuhnya mulus. Ketegangan muncul antara Musk dan beberapa pendukung Trump, termasuk Steve Bannon, yang mengkritik dukungan Musk terhadap program visa kerja untuk tenaga asing terampil.
Program ini dianggap bertentangan dengan slogan “America First” milik Trump. Bannon bahkan berjanji akan “mengusir Elon Musk” dalam sebuah wawancara dengan media Italia.
Selain itu, Musk juga mendapat sorotan setelah membantu menggagalkan proposal pendanaan bipartisan untuk pemerintah bulan lalu, sebagian melalui unggahan kontroversial di X.
Platform tersebut, yang semakin longgar terhadap misinformasi sejak diakuisisi oleh Musk, telah memicu kekhawatiran tentang pengaruhnya terhadap opini publik, mengingat kedekatannya dengan pemerintahan Trump.
Namun, dalam rapat umum di arena, Musk tampak sangat antusias menyambut masa jabatan kedua Trump. “Saya tidak sabar menunggu,” ucap Musk dengan penuh semangat. “Ini akan menjadi luar biasa.”
Discussion about this post