<strong>ISTANAGARUDA.COM</strong> - Vonis bebas terhadap warga negara asing asal Tiongkok dalam perkara dugaan penambangan tanpa izin di Kalimantan Barat memicu perhatian publik. Vonis bebas ini dijatuhkan Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak, padahal sebelumnya Pengadilan Negeri (PN) Ketapang menjatuhkan bonis 3 tahun 6 bulan denda Rp30 miliar. Komisi Yudisial (KY) pun mengimbau masyarakat yang memiliki bukti dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim untuk segera melapor. Langkah ini diharapkan dapat mengungkap fakta lebih dalam di balik keputusan kontroversial tersebut. "KY akan memproses laporan yang masuk sesuai prosedur untuk menentukan apakah ada indikasi pelanggaran kode etik oleh hakim," ujar Mukti Fajar Nur Dewata, anggota sekaligus Juru Bicara KY, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (16/01/2025). Dilansir dari Antaranews, vonis bebas yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Pontianak terhadap Yu Hao (49), seorang pemilik perusahaan asal Tiongkok, menuai kritik tajam dari masyarakat. Dalam kasus ini, Yu Hao sebelumnya didakwa melakukan penambangan tanpa izin di Ketapang, Kalimantan Barat, yang disebut-sebut merugikan negara hingga Rp1,02 triliun. Mukti menegaskan bahwa KY memberikan perhatian khusus terhadap kasus-kasus yang menyedot perhatian publik. "Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim dengan melampirkan bukti pendukung. Hal ini memungkinkan KY untuk menindaklanjuti laporan sesuai prosedur yang berlaku," tambahnya. <strong>Perbedaan Putusan Pengadilan Negeri dan Tinggi</strong><!--nextpage--> Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak yang membebaskan Yu Hao sekaligus membatalkan vonis Pengadilan Negeri Ketapang sebelumnya. Pada putusan sebelumnya, Pengadilan Negeri Ketapang menjatuhkan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp30 miliar subsider 6 bulan kurungan. Putusan itu bahkan lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp50 miliar. Namun, pada 13 Januari 2025, majelis hakim Pengadilan Tinggi Pontianak yang terdiri dari Isnurul Syamsul Arif sebagai ketua majelis, serta Eko Budi Supriyanto dan Pransis Sinaga sebagai hakim anggota, menyatakan bahwa Yu Hao tidak terbukti bersalah melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dakwaan tunggal jaksa. <strong>Dugaan Kerugian Negara</strong> Yu Hao diduga melakukan aktivitas penambangan ilegal pada Februari hingga Mei 2024 di Kabupaten Ketapang. Perbuatannya dituduh melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aktivitas tersebut menyebabkan hilangnya cadangan emas sebesar 774,27 kilogram dan perak sebanyak 937,7 kilogram, dengan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. <strong>Ajakan KY untuk Transparansi</strong> KY mengajak masyarakat yang memiliki informasi dan bukti relevan terkait putusan ini untuk melapor. Mukti menekankan pentingnya peran publik dalam menjaga integritas hukum di Indonesia. "KY akan mendalami kasus ini sesuai wewenang kami," tegasnya. Langkah KY diharapkan dapat memberikan keadilan yang lebih transparan sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.<!--nextpage--> Masyarakat pun menantikan perkembangan lebih lanjut dari kasus ini.(*)
Discussion about this post