Dalam formasi yang mengutamakan kecepatan dan presisi, mereka berhasil melumpuhkan desertir tanpa adanya perlawanan besar. Selain itu, senjata yang dibawa desertir juga berhasil diamankan.
Setelah latihan selesai, evaluasi dilakukan oleh Komandan Latihan. Dalam evaluasi tersebut, keberhasilan peserta dipuji, sementara area yang membutuhkan perbaikan juga diidentifikasi untuk menjadi pelajaran berharga bagi para siswa.
Menurut Letkol Pom Jarot, tradisi pembaretan ini tidak hanya simbolis, tetapi juga menjadi tolok ukur transformasi peserta menjadi prajurit Polisi Militer yang profesional, tangguh, dan siap menghadapi tantangan nyata di masa depan.
“Kegiatan ini diharapkan menjadi cerminan kesiapan mereka untuk menjalankan tugas menjaga keamanan dan melindungi negara,” ujarnya.
Simulasi ini bukan sekadar latihan biasa, melainkan pengalaman mendalam yang mempersiapkan para siswa untuk menghadapi tekanan dan tanggung jawab besar sebagai garda depan Polisi Militer.
Apakah mereka siap menghadapi dunia nyata? Tradisi pembaretan ini memberikan jawabannya.(*)
Discussion about this post