Dalam sidang awal, juru bicara Mahkamah Konstitusi, Lee Jean, mengumumkan bahwa sidang pendahuluan akan digelar pada 27 Desember.
Untuk memutuskan pemakzulan, diperlukan dukungan setidaknya enam dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi.
Namun, dengan tiga kursi hakim yang kosong saat ini, keputusan harus didukung secara bulat oleh enam hakim aktif.
Polemik Internal dan Krisis Politik
Pemakzulan Yoon juga memicu perpecahan di dalam partainya sendiri, People Power Party (PPP). Ketua partai, Han Dong-hun, yang vokal menentang dekrit militer Yoon, mengundurkan diri dari jabatannya.
“Jika darurat militer tidak dicabut malam itu, bisa saja terjadi pertumpahan darah antara warga dan tentara muda kita,” ujar Han dalam konferensi pers.
Pemimpin oposisi Demokratik, Lee Jae-myung, mendesak Mahkamah Konstitusi agar mempercepat keputusan terkait Yoon.
Lee, yang sebelumnya kalah tipis dari Yoon dalam pemilu 2022, kini disebut-sebut sebagai kandidat kuat pengganti Yoon.
Dekrit Militer yang Menggemparkan
Dekrit militer Yoon pada awal Desember mengingatkan banyak orang pada era pemerintahan otoriter Korea Selatan pada 1980-an.
Dalam upayanya mempertahankan kekuasaan, Yoon mengirim ratusan tentara dan polisi untuk menghentikan pemungutan suara di parlemen.
Namun, pasukannya ditarik mundur setelah parlemen dengan suara bulat menolak dekrit tersebut, tanpa adanya insiden kekerasan besar.
Pihak oposisi menuduh Yoon melanggar konstitusi, yang hanya memperbolehkan deklarasi darurat militer dalam kondisi perang atau darurat besar lainnya.
Discussion about this post