Selain itu, Saidirman juga diminta mencairkan honorarium pegawai tidak tetap dan guru tidak tetap sebelum 27 November 2024, dengan masing-masing menerima Rp1 juta.
Tidak ketinggalan, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Bengkulu, Ferry Ernest Parera, menghimpun dana Rp1,4 miliar dari beberapa satuan kerja untuk disetorkan kepada Rohidin.
Mendapat informasi tentang dugaan pemerasan ini, KPK segera melakukan investigasi yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu, 23 November 2024, malam.
Dalam OTT tersebut, KPK menangkap delapan orang, termasuk Gubernur Rohidin Mersyah, Sekda Isnan Fajri, dan ajudan gubernur, Evrianshah alias Anca. Lima pejabat lainnya yang turut ditangkap adalah Kepala Dinas Pendidikan Saidirman, Kepala Dinas Tenaga Kerja Syarifudin, Kepala Dinas Kelautan Syafriandi, Kepala Biro Kesra Ferry Parera, dan Kepala Dinas PUPR Tejo Suroso.
Namun, setelah pemeriksaan intensif, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Rohidin Mersyah, Isnan Fajri, dan Evrianshah.
Ketiganya langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan cabang KPK. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 KUHP.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan praktik pemerasan dan gratifikasi dalam lingkup pemerintahan daerah, serta menambah daftar panjang pejabat yang terseret kasus korupsi di tahun politik.
Sita Uang Rp7 Miliar
Dilansir dari Antaranews, dalam OTT tersebut, Penyidik KPK menyita uang tunai Rp7 miliar.
Discussion about this post