Memang, tak ada jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir.
“Apakah dengan akal Ia harus melepaskan diri? Apakah aku akan meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke Istana Baginda? Tidak akan ada seorangpun yang sanggup melakukannya. Aku harus bisa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain,” pikir Abu Nawas lagi.
Pada hari ke-19, Abu Nawas menemukan cara yang tidak termasuk larangan Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, Abu Nawas berangkat, menuju ke negerinya sendiri.
Perasaan rindu dan senang bercampur jadi satu. Kerinduan yang selama ia melecut semakin menggila karena Abu Nawas tahu sudah semakin dekat dengan kampung halaman.
Mengetahui Abu Nawas bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira. Desas-desus tentang kembalinya Abu Nawas segara menyebar secepat bau semerbak bunga yang menyerbu hidung. Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke telinga Baginda Harun Al Rasyid.
Baginda juga merasa gembira mendengar berita itu tetapi dengan alasan yang sama sekali berbeda.
Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang kembali, karena mereka mencintainya.
Sedangkan Baginda Raja gembira mendengar Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin kali ini pasti Abu Nawas tidak akan bisa mengelak dari hukuman.
Namun, Baginda amat kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas pulang ke negerinya.
Baginda sama sekaii tidak pernah membayangkan kalau Abu Nawas temyata bergelayut di bawah perut keledai.
Sehingga Abu Nawas terlepas dari sangsi hukuman yang akan dijatuhkan karena memang tidak bisa dikatakan telah melanggar larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai.(*)
Discussion about this post