Iran sendiri tetap bersikeras bahwa program nuklir mereka semata-mata untuk tujuan damai.
Laporan intelijen sebelumnya yang disusun pada November lalu di bawah pemerintahan Joe Biden juga menyimpulkan bahwa “Iran tidak sedang membangun senjata nuklir.”
Namun dalam laporan tersebut juga tercatat bahwa Iran telah “melakukan serangkaian aktivitas yang memposisikannya lebih siap untuk memproduksi senjata nuklir jika sewaktu-waktu mereka memilih jalan itu,” seperti meningkatkan jumlah uranium yang diperkaya dan mengoperasikan sentrifugal canggih.
Laporan itu tidak menyebutkan secara pasti berapa lama waktu yang dibutuhkan Iran untuk memproduksi senjata secara utuh.
Salah satu isu lain yang memperlihatkan perbedaan antara Trump dan intelijen adalah soal kebijakan imigrasi.
Trump menggunakan Undang-Undang Alien Enemies Act tahun 1798 untuk mendeportasi migran Venezuela, dengan alasan bahwa geng kriminal Tren de Aragua bekerja sama dengan pemerintah Venezuela.
Namun, laporan intelijen pada April lalu menyatakan tidak ditemukan bukti adanya kolaborasi tersebut.
Gabbard kemudian memecat dua pejabat intelijen senior yang memimpin penyusunan laporan tersebut.
Ia menyatakan bahwa pemecatan dilakukan karena kedua pejabat itu menentang kebijakan Trump.
Menanggapi hal itu, Gedung Putih merilis pernyataan resmi dari Gabbard yang mendukung langkah Trump.
“Presiden Trump telah mengambil tindakan penting dan bersejarah untuk melindungi bangsa kita saat ia mendeportasi para teroris Tren de Aragua yang kejam ini,” bunyi pernyataan tersebut. “Sekarang, dengan Amerika yang lebih aman tanpa para teroris ini di kota-kota kita, para aktor deep state menggunakan propaganda untuk menyerang keberhasilan kebijakan Presiden.”(*)
Discussion about this post