“Presiden Trump menyampaikan hal yang sama dengan yang saya katakan,” ujar Gabbard kepada CNN. “Kami sejalan.”
Kantor Gabbard juga menegaskan bahwa pernyataan tersebut menjadi posisi resmi mereka.
Dalam kesaksiannya kepada Kongres pada bulan Maret, Gabbard mengatakan bahwa komunitas intelijen Amerika “terus menilai bahwa Iran tidak sedang membangun senjata nuklir dan Pemimpin Tertinggi Khamenei belum memberi izin untuk mengaktifkan kembali program senjata yang dihentikan pada 2003.”
Ia juga menambahkan bahwa Amerika Serikat terus memantau secara ketat aktivitas nuklir Iran, dan menyebut bahwa “stok uranium yang diperkaya Iran kini berada di tingkat tertinggi dalam sejarah untuk sebuah negara yang tidak memiliki senjata nuklir.”
Jenderal Erik Kurilla, komandan pasukan AS di Timur Tengah, sebelumnya menyampaikan kepada Kongres bahwa Iran berpotensi memproduksi bahan nuklir yang cukup untuk membuat sepuluh bom hanya dalam tiga minggu.
Namun ia tidak menjelaskan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merakit komponen-komponen tersebut menjadi senjata siap pakai.
Seorang pejabat senior intelijen menyatakan bahwa Trump memang layak khawatir, karena tingkat pengayaan uranium Iran jauh melebihi kebutuhan sipil.
Sementara itu, pejabat senior lainnya menyebut bahwa Iran sudah sedekat mungkin dengan memiliki bom nuklir tanpa benar-benar memilikinya.
Kedua pejabat tersebut berbicara secara anonim karena membahas isu yang sensitif.
Penolakan Trump terhadap penilaian Gabbard mengingatkan kembali pada masa kepemimpinan pertamanya, saat ia kerap berseteru dengan pimpinan intelijen AS.
Discussion about this post