Di balik layar, Chainlink ternyata ikut membantu dalam penyusunan panduan ini.
Pada bulan Maret lalu, tim dari Chainlink Labs hadir dalam sejumlah diskusi dengan Gugus Tugas Kripto SEC.
Dalam pertemuan tersebut, Chainlink mendemonstrasikan bagaimana kontrak pintar dan teknologi privasi bisa selaras dengan aturan sekuritas yang berlaku.
Hasil dari diskusi itu tampaknya menjadi dasar dimasukkannya istilah seperti unified golden records dan smart-contract-driven compliance dalam dokumen resmi SEC.
Salah satu poin utama dalam panduan baru ini adalah pelonggaran aturan untuk broker-dealer yang menangani aset digital seperti Bitcoin dan Ethereum.
Mereka kini tidak diwajibkan mengikuti ketentuan perlindungan dana tertentu dalam Aturan 15c3-3, selama aset yang mereka pegang bukan tergolong sekuritas.
Langkah ini memberikan keleluasaan lebih besar bagi lembaga keuangan untuk terjun ke dunia kripto tanpa beban regulasi yang tidak relevan.
Namun, SEC tetap mengingatkan bahwa aset digital yang tidak masuk kategori sekuritas juga tidak dijamin perlindungannya oleh Undang-Undang Perlindungan Investor Sekuritas (SIPA).
Artinya, ada risiko tambahan bagi pelanggan yang menyimpan aset kripto non-sekuritas di perusahaan terdaftar.
Di sisi lain, panduan ini juga memberikan lampu hijau bagi agen transfer untuk mulai menggunakan teknologi distributed ledger atau buku besar terdistribusi dalam mencatat kepemilikan sekuritas.
Namun, mereka tetap harus mematuhi regulasi yang berlaku, memastikan sistem penyimpanan data tetap aman dan mudah diakses.
Discussion about this post