PADA zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat sederhana. Dan karena kesederhanaan berpikir ini, seorang pencuri yang telah berhasil menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya, tidak sudi menyerah begitu saja.
Betapa tidak, hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi tidak berhasil menemukan pencurinya.
Karena sudah putus asa, pemilik harta itu mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan separo dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri bersedia mengembalikan.
Tetapi pencuri itu tetap tidak menampakkan bayangannya. Ia tak menerima tawaran pemilik harta itu.
Alhasil, pemilik harta ini pun mengadakan sayembara yang berisi barang siapa berhasil menemukan pencuri uang emasnya, ia berhak sepenuhnya memiiiki harta yang dicuri.
Tidak sedikit orang yang mencoba tetapi semuanya kandas. Sehingga pencuri itu bertambah merasa aman tentram karena ia yakin jati dirinya tak akan terjangkau.
Yang lebih menjengkelkan, sang pencuri bahkan ikut pula pada sayembara itu.
Akhirnya, seorang penduduk berkata kepada hakim setempat.
“Mengapa tuan hakim tidak minta bantuan Abu Nawas saja?” kata si Penduduk.
“Bukankah Abu Nawas sedang tidak ada di tempat?” kata Hakim itu balik bertanya.
Namun belakangan diketahui, Abu Nawas akan pulang dua hari lagi.
Kini harapan tertumpu sepenuhnya di atas pundak Abu Nawas.
Pencuri yang seiama ini merasa aman, sekarang menjadi resah dan tertekan.
Ia sempat merencanakan untuk lari, namun menyingkir ke luar daerah berarti sama halnya dengan membuka topeng dirinya sendiri. Ia pun bertekad tetap tinggal, sekaligus menguji kecerdasan Abu Nawas.
Discussion about this post