Jangankan membangun istana di langit, membangun sebuah gubuk kecil pun sudah merupakan hal yang mustahil dikerjakan.
“Hanya Tuhan saja yang mampu melakukannya,” gumam Abu Nawas.
Hari-hari berlalu seperti biasa. Tak ada yang dikerjakan Abu Nawas kecuali memikirkan bagaimana membuat Baginda merasa yakin kalau yang dibangun itu benar-benar istana di langit. Seluruh ingatannya dikerahkan dan dihubung-hubungkan.
Abu Nawas bahkan berusaha menjangkau masa kanak-kanaknya. Sampai ia ingat bahwa dulu ia pernah bermain layang-iayang.
Dan inilah yang membuat Abu Nawas girang. Abu Nawas tidak menyia-nyiakan waktu lagi ia bersama beberapa kawannya merancang layang-layang raksasa berbentuk persegi empat.
Setelah rampung baru Abu Nawas melukis pintu-pintu serta jendela-jendela dan ornamen-omamen lainnya.
Ketika semuanya seiesai, Abu Nawas dan kawan-kawannya menerbangkan layang-layang raksasa itu dari suatu tempat yang dirahasiakan.
Begitu layang-layang raksasa berbentuk istana itu mengapung di angkasa, penduduk negeri gempar Baginda Raja girang bukan kepalang.
Benarkah Abu Nawas berhasil membangun istana di langit?
Dengan tidak sabar beliau di dampingi beberapa orang pengawal bergegas menemui Abu Nawas. Abu Nawas berkata dengan bangga
“Paduka yang Mulia, istana pesanan Paduka telah rampung,” kata Abu nawas merendah.
“Engkau benar-benar hebat, wahai Abu Nawas,” kata Baginda memuji Abu Nawas.
“Terima kasih Baginda yang mulia,” kata Abu Nawas.
“Lalu bagaimana caranya aku ke sana?” tanya Baginda.
“Dengan tambang Paduka yang mulia,” kata Abu Nawas dengan tenang.
Discussion about this post